Jumat, 27 Maret 2009

Surat untuk yang pernah kusakiti


Surat untuk yang Pernah Ku Sakiti

Teruntuk seseorang yang pernah kusakiti

Teruntuk seseorang yang pernah kecewa karena tingkah laku ini

Dia yang menahan marah, dan teruntuk seseorang yang pernah menuliskan kisahnya ke dalam buku harianku

Assalammu’alaikum wahai engkau yang pernah ku sakiti

Lama kita menjalin kehidupan bersama, bersama denganmu wahai engkau yang pernah ku sakiti. Detik demi detik berlalu dengan begitu saja hampa tak bermakna.

Wahai engkau yang pernah ku sakiti, mungkin engkau enggan lagi bila harus bertemu dengan wajah ini. Terukir dalam benakmu melupakan sebuah nama yang pernah menyakitimu, sebuah nama yang seringkali dalam hidupnya membuat kesalahan-kesalahan, kesalahan fatal.

Wahai engkau yang pernah ku sakiti

Perang dingin terjadi diantara kita. Engkau dan aku diam. Hening tanpa suara. Wahai kawan, mungkin kala itu engkau masih ingat salahku. Nada bicaramu tinggi, ada perasaan jengkel di hatimu, I’ll fill. Aku yang lebih suka diam, membuatmu enggan mendekati hingga menjauh, terasa ganjil bila harus berbicara denganku, sang patung nan membisu.

Wahai engkau yang pernah ku sakiti

Aku memang merasakan ada ketidakberesan antara kita. Ingin sekali terujrang sebuah kata yang meredamkan rasa di antara kita dan ingin pula kualirkan sebuah kata maaf dari mulut ini. Tapi, ada ketidakmampuan di sana. Aku dan engkau bersitegang. Rasa egopun muncul, maaf kawan. Maafkan aku.

Wahai engkau yang pernah ku sakiti

Aku yang selalu berbuat salah memanglah manusia penuh noda. Pengukir dosa sepanjang umur hidupnya. Dan sebuah kata maaf mungkin telah keluar dari mulut ini. Tapi kawan, janganlah engkau masih mengukir sebuah kalimat, “Tak mudah memberikan sebuah maaf!”

Aku yang tersiksa sebuah kesalahan akhirnya tertimbun tumpukan kesalahan-kesalahanku padamu. Batinku menjerit. Masih ada perasaan luka di hati saudaraku karena salahku. Masih banyak orang yang mencaciku karena aku seorang wanita penuh noda.

Wahai engkau yang pernah ku sakiti

Bila bulan terakhir kumelukiskan kisah hidupku dengan penuh kekuranganku. Bila minggu terakhir perbincangan antara kita. Bila hari ini adalah hari terakhir pertemuanku denganmu. Bila jam ini jam terakhir aku hadir di hadapmu. Bila menit ini menit terakhir kupandangi elok wajahmu. Bila detik ini detik terakhir kulayangkan senyumku padamu. Bila kata ini adalah kata terakhirku padamu. Bila kali ini pinta terakhirku kepadamu. Maka dengan penuh dengan harap ku padamu. Maka terimalah maaf ini dengan lapang hati.

Wahai engkau yang pernah ku sakiti

Bila sebuah untaian waktu terakhirku telah menarik paksa diriku dalam jerembab maut. Hanya satu yang akan aku cari terlebih dahulu. Yaitu engkau, Wahai engkau yang pernah ku sakiti.

Wahai engkau yang pernah ku sakiti

Bila hari ini aku benar-benar dipanggil oleh-Nya, memenuhi panggilan sang Rabb pencipta alam. Mungkin setelah kepergianku nanti hanya akan ada untaian kegembiraan karena lenyapnya seseorang yang membuat luka di hatimu. Mungkin hanya akan ada rasa puas, karena hilangnya seseorang yang pernah melukiskan rasa dendam dan amarah di hatimu. Atau mungkin engkau takkan merasakan apa-apa, karena kepergianklu nanti takkan berdakmpak apapun dalam hidupmu. Aku yang tak pernah mengukir kenangan indah di hidupmu. Aku yang hanya angina lalu, dan aku yang penuh dengan luka baru.

Wahai engkau yang pernah ku sakiti

Aku yang egous, aku yang ingin menang sendiri, aku yang sulit berkomunikasi, aku yang penuh dengan kemunafikan penampilan, aku yang terlalu posesif menjaga diri, aku yang…

Wahai engkau yang pernah ku sakiti

Engkau yang menyemai bibit warna di hatiku, engkau yang sempat menorehkan rasa cinta, engkau yang senantiasa mengajarkanku sebuah teladan bukanlah sebuah kata, tapi ialah sebuah makna laku, dan Engkau yang segala-galanya bagiku.

Wahai engkau yang pernah ku sakiti

Engkau tak pernah mengiris luka oada hidupku, engkaupun tak pernah mebenamkan rasa iri, engkau pula tak ken membuatku resah. Tapi, engkau hanya mebenamkan rasa indah, rasa nyaman, dan bahagia.

Engkau tak berbuat salah padaku. Kalau toh sempat, akan segera kuhapus memori buruk itu. Kan kubuang dan kuhilangkan dari hatiku.

Dalam hatiku, pikirku, engkau teman sejati, teman tanpa pamrih, dan teman yang baik hati.

Wahai engkau yang pernah ku sakiti

Kini, akan kuakhiri masa ini. Sekali dan yang terakhir kali. Aku akan berusaha menempati janji.

Kawan, akan kulakukan apa saja yang engkau mau, asal engkau bersedia dengan ikhlas memberikan sepotong kata maafmu kepada orang yang pernah menyakitimu.

Kawan, bagiku engkau adalah saudara, sahabat dan keluargaku. Apakah engkau sudi menerimaku sebagai saudara, sahabat, dan keluargamu?

Air mata ini telah kering karena rasa harap itu. Tak lagi bisa menampung beban.

Kawan, mungkin setelah engkau membaca surat ini, aku takkan lagi menampakan batang hidungnya hanya sekedar menampak diri atau mengeluarkan sepatah kata. Atau mencoretkan tinta hitam di atas kertas putih milikmu.

Kawan, mungkin setelah engkau menutup surat ini, mungkin aku telah hilang dari hadapanmu. Tapi, kawan. Sebelum engkau menghapus surat ini atau mebgirimkannya ke recycle bin, ada satu pintaku padamu.

Izinkanlah aku menjadi salah satu bagian dalam daftar kamus hidupmu. Izinkanlah aku mengisi coretan-coretan indah dalam buku harianmu. Dan izinkanlah aku bersimpuh di bawah kakimu bila engkau mau, untuk meminta sebuah kata maaf itu.

Dariku untukmu Wahai engkau yang pernah ku sakiti

Terderai untaian maaf dan salamku untukmu, orang yang pernah menyakitimu

Serta terderai ucapan syukurku kepada-Nya yang pemaaf yang telah mempertemukanku denganmu.

Semoga Ia masih memberikan kita waktu tuk bertemu atau bertukar maaf

Assalammu’alaikum wahai engkau yang pernah ku sakiti

Aku yang meminta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar